Review Flair Espresso Maker: Mesin Espresso Manual Minimalis untuk Pecinta Kopi Sejati


Bagi kalian pencinta kopi, terutama espresso, menemukan alat seduh yang berkualitas tapi tetap terjangkau bisa menjadi tantangan. Di tengah dominasi mesin espresso elektrik yang relatif mahal dan bulky, sekarang sudah banyak pilihan alat manual espresso dengan dimensi yang tidak terlalu kecil tapi tetap bisa disebut handy. Kalian mungkin pernah mendengar alat bernama Flair Espresso Maker, ya betul sekali. Menurut saya kehadiran mesin manual satu ini bisa menjadi solusi yang mampu menawarkan ekstraksi ala kafe dalam bentuk yang sederhana, portabel, dan elegan. Tapi apakah alat ini benar-benar layak untuk dibeli? Berikut adalah ulasan dari saya setelah menggunakan alat ini lebih dari 5 tahun.

Ada banyak jenis flair, kalau di website Flair saat ini (Juli 2025) ada The Neo Flex, New-Flair Go, Flair Classic, Flair Pro 3, Flair 58, dan Flair 58+2. Kalau di market Indonesia sepertinya belum semuanya ada. Saya sendiri menggunakan Flair Espresso Signature dengan tambahan tamper. Flair Signature ini sedikit di atas The Neo dan Flair Classic dan sudah compatible untuk PRO 2 Brew Head. Di atasnya ada Flair Pro 2 dan Flair 58.


Desain dan build quality Flair Signature Nampak minimalis namun solid karena terbuat dari bahan logam berkualitas (aluminium die-cast dan stainless steel). Alat ini terasa kokoh di tangan dan mantap banget saat dipegang. Seluruhnya manual, tidak ada komponen listrik, tidak ada tombol. Flair memiliki cylinder brew head yang dapat dilepas, sehingga mudah dibersihkan dan disimpan. Seluruh alat dapat dibongkar pasang dan dimasukkan ke dalam case khusus yang membuatnya cukup portable selain pemakaian di rumah.

Flair Espresso Maker terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu base (alas) sebagai penopang, tiang dan tuas (lever) untuk menghasilkan tekanan secara manual, serta brew head yang merupakan inti dari proses ekstraksi. Brew head terdiri dari silinder (brew chamber) tempat air panas dituang, piston yang menekan air melalui kopi, portafilter sebagai wadah bubuk kopi, dan saringan dispersi (dispersion screen) untuk meratakan aliran air. Dispersion screen ini pada bagian sampingnya dilapisi dengan seal rubber. Tapi seal ini rawan robek dan menggantinya butuh merogoh kocek sekitar Rp300 ribu. Beberapa model dilengkapi pressure gauge (dibeli terpisah) untuk memantau tekanan ekstraksi. Selain itu, terdapat drip tray untuk menampung sisa cairan dan cup stand untuk meletakkan gelas espresso. Aksesori tambahan bisa meliputi tamper, corong kopi, dan kotak penyimpanan, tergantung pada modelnya seperti Flair Classic, Pro 2, atau Flair 58.

Untuk menghasilkan espresso yang optimal, kita perlu menggunakan coffee ground untuk espresso level. Kalua menggunakan Comandante, saya biasa menggunakan klik sebanyak 10-11 klik, tergantung dengan beans yang saya gunakan. Jangan tamping terlalu kuat karena akan membuat coffee ground terlalu padat dan bisa chocked. Jangan pula menggunakan pre-ground coffee yang dibeli dipasaran karena kemungkinan besar juga akan chocked. Flair Classic tidak memiliki fitur pemanas, jadi pengguna harus menggunakan air panas dari kettle. Setelah kopi dimasukkan ke dalam portafilter dan air dituang, tekanan sebesar 6-10 bar yang dapat dihasilkan secara manual melalui tuas.

Hasil akhirnya, apabila setting kita sudah sesuai, bisa sangat bagus. Menurut saya ini alat manual paling bagus dibandingkan dengan alat manual lain yang pernah saya pakai seperti handpresso wacaco minipresso, mokapot, serta Rokpresso (saya coba espresso di cafe kecil yang menggunakan rokpresso). Untuk bisa menghasilkan espresso yang tepat memang benar-benar butuh control dari penggunanya, seperti coffee ground, dosis, suhu air, tekanan, dan waktu ekstraksi. Perlu eksperimen banyak sampai menghasilkan setting yang tepat dengan keinginan kita. Butuh sedikit latihan untuk mendapatkan hasil maksimal.

Kelebihan produk ini antara lain adalah harganya yang relatif lebih terjangkau dibandingkan mesin espresso otomatis, sehingga cocok untuk pecinta kopi yang ingin menikmati espresso serius tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam. Tapi ya tergantung jenis flair mana yang ingin kita beli. Anyway mereka tetap jauh lebih murah dibandingkan harga mesin semi-otomatis low-end yang berkualitas. Range harga yang ditawarkan flair antara 2 juta sampai  dengan 11 juta. Selain itu, desainnya yang elegan, ramping, dan portabel memungkinkan alat ini digunakan di rumah, saat bepergian, bahkan di alam terbuka karena tidak membutuhkan listrik. Flair juga mudah dibongkar dan dibersihkan, menjadikannya alat yang praktis namun tetap memberikan hasil maksimal bagi penikmat kopi sejati.




Kekurangannya antara lain butuh grinder yang presisi dan teknik yang tepat. Apabila kalian tidak memiliki grinder yang presisi, saat membeli beans minta sellernya untuk menggiling dengan tingkat kehalusan espresso. Proses persiapan (preheating, assembling) relative memakan waktu cukup lama karena kita perlu memanaskan air dalam kettle tersendiri untuk dituangkan ke dalam brewing chamber. Selain itu brewing chamber juga perlu dipanaskan terlebih dahulu agar suhu air tidak terlalu banyak turun saat dituang. Karena rumitnya proses load dan unload coffee ground ke portafilter, maka sangat tidak ideal untuk menyeduh beberapa shot secara berurutan. Waktu untuk bongkar-pasang tiap shot sangat panjang. Bagi teman-teman yang butuh practicalities tentu saja sangat tidak direkomendasikan. Begitu juga bagi yang ingin berniat untuk berjualan kedai kopi, it’s a BIG No!

Kalau kalian sedang mempertimbangkan mesin ini, perlu diingat bahwa alat ini tidak bisa dipakai dengan instan dan membutuhkan waktu yang cukup untuk membuat satu espresso shot. Dari segi kualitas, menurut saya alat ini sangat worth the money untuk harga dan kualitas yang dihasilkan. Bagi kalian yang memiliki grinder sendiri dan suka bereksperimen, alat ini sangat cocok dicoba.

Demikian review saya, silakan komen di bawah apabila ada yang ingin ditanyakan atau setuju/tidak setuju dengan ulasan saya di atas.

Salam,

frochadi

frochadi

A policy wonk, auditor, writer, and sketcher.

Post a Comment

Previous Post Next Post